Tidak harus Tinggi-tinggi untuk Membantu Komisariat (Refleksi Menuju Akhir Periode)

Β 

 

 

 

 

Oleh: Fakhri Ilham Syarifudin (Kabid Hikmah IMM FAI 2023/2024)

Ketika berbicara mengenai komisariat yang terbenak dalam pikiran kita adalah β€œhanya lingkup kecil dari sebuah persyarikatan”, β€œkapan musykom?”, β€œsudah berkontribusi tapi tidak diapresiasi”, dan lain sebagainya yang membuat sebagian orang sadar harus melakukan apa agar komisariat terus berjalan.

Lingkup komsiariat yang bisa dibilang sekelas Ranting Muhammadiyah mempunyai spectrum yang sangat kecil sehingga bisa dikatakan bahwa aktivitis yang sebenarnya adalah kader tingkat komisariat. Permasalahan mulai timbul ketika kader tersebut tidak puas akan kinerja yang dilakukan komisariat, sehingga ada rasa keinginan untuk memperbaiki, dan penulis sepakat bahwa kita mempunyai tugas bersama untuk bisa membangun komisariat menjadi lebih baik.

Tetapi untuk bisa menggapai hal itu maka dibutuhkan kesadaran kultural agar mimpi yang ingin dibangun bisa terealisasikan. Yang menjadi pertanyaan saat ini, apakah perlu memberikan kontribusi yang banyak untuk merealisasikan hal itu? Tulisan ini akan membahas hal-hal yang perlu dipahami untuk bisa berkontribusi dalam membangun komisariat.

Perkaderan yang belum usai

Sistem perkaderan yang ada dalam komisariat pastinya berjalan sesuai dengan SPI dari DPP IMM sehingga pada akhirnya komisariat perlu mengkontekstualisasikan dan menyesuaikan kebutuhan yang ada dalam komisariat itu sendiri. Pada akhirnya komisariatpun berhasil mengejawantahkan SPI tersebut sesuai dengan kebutuhan komisariat itu sendiri.

Berbagai bidang yang adapun kerap membantu untuk berjalannya sebuah perkaderan dalam komisariat. SBO dengan agenda keseniannya, RPK dengan kajian yang fokus terhadap keilmuannya, Medkom dengan digitalisasi yang dilakukan, dsb. Sehingga kader pun juga merasakan efek yang ada jikalau mengikuti berbagai kegiatan yang dilaksanakan komisariat.

Bukan hanya kader, tetapi Pimpinan Komisariat pun juga harus berkontribusi untuk bisa mensukseskan agenda-agenda komsat. Hadirnya PK (Pimpinan Komisariat) dalam setiap agenda komsat akan menjadi daya tarik untuk menunjukan kepada kader-kader bahwa bukan hanya non-PK saja yang bisa berkontribusi tetapi PK pun juga berkontribusi.

Dengan adanya kesadaran tersebut akan menjadikan komisariat yang ideal, dikarenakan PK pun hadir dalam setiap agenda yang ada. Bukan hanya datang pada agenda tertentu atau agenda bidangnya saja, tapi membersamai setiap agenda yang dilaksanakan PK. Sehingga terjalinlah proses kultur emosional dalam setiap langkah dan kegiatan komisariat.

Jika pada akhirnya hal-hal tersebut dilakukan, maka bukan hanya komisariat tersebut menjadi contoh bagi komisariatlain, akan tetapi sistem perkaderan yang sudah dibentuk akan berjalan sebagaimana mestinya.

Dominasi dalam Setiap Langkah

Dalam sistem organisasi manapun, ketua umum pastinya adalah orang yang mempunyai legitimasi dalam mengambil kebijakan. Sehingga apapun perdebatan argumentasi yang terjadi di dalam organisasi tersebut akan selesai jikalau ketua sudah mengambil keputusan, mau tidak mau sebagai anggota berkewajiban untuk mengikuti aturan tersebut tanpa terkecuali.

Setiap anggota yang sudah dilantik berkewajiban menjalankan tupoksi bidang sesuai yang diamanatkan kepadanya. Sebuah Bidang tidak akan stabil jikalau anggotanya tidak menjalankan tupokssi dari bidang tersebut. Tetapi pada akhirnya perbedaan dalam menjalankan tupoksi itu akan muncul jika ada rasa dominasi yang terjadi dalam tubuh anggotanya.

Dominasi tersebut sekiranya terjadi karena ada beberapa faktor. Merasa paling tahu, merasa punya backingan, merasa paling berkontribusi, dsb. Tentunya ada berbagai faktor yang menyebabkan dominasi tersebut hadir dalam setiap langkah perjalanan komsat. Penulis sadar bahwa penulis belum bisa berkontribusi banyak untuk Komisariat penulis, sehingga ini menjadi refleksi kita bersama sebagai kader persyarikatan untuk bisa memajukan rumah kita bersama.

Yang tidak boleh terjadi adalah ketika kita sudah merasa berhak untuk bisa berkontribusi lebih, tetapi kemampuan kita belum ditahap tersebut. Hal ini pastinya akan menjadi masalah baru, dalam arti secara mental dan persiapan belum siap untuk bisa berkontribusi ditingkat yang lebih tinggi lagi. Perlu adanya sebuah refleksi diri untuk bisa mempersiapkan kontribusi lebih lanjut.

Akan tetapi akhirnya dominasi yang terjadi menjadi reda ketika berbagai pertimbangan sudah dipikirkan. Ketika ada kebijakan untuk tidak menyetujui sebuah langkah kontribusi bukan berarti menghambat pengkaderan, akan tetapi itu adalah peringatan untuk kita bahwa komisariat masih membutuhkan kita. Hal ini jarang sekali dipikirkan oleh Sebagian orang untuk bisa berkontribusi dalam komisariat.

Hasil Pemikiran

Perkaderan bukan hanya bagaimana kita bisa menciptakan kader yang berkualitas atau militan dari program-program yang ada. Tetapi kita juga harus sadar bahwa target perkaderan bukan hanya untuk kader dasar tetapi untuk Pimpinan Komisariat juga. Pimpinan Komisariat dituntut untuk bisa mengkader diri sendiri dan orang lain.

Pertanyaannya apakah masing-masing Pimpinan Komisariat saat ini sudah mengkader dirinya sendiri? Atau hanya Sebatas Ceremonial saja? atau bahkan menjadi Pimpinan Komisariat sebagai kader titipan sehingga merasa ada Backingan? Tidak ada yang tau. Yang jelas kita sudah diamanahkan untuk mentutaskan perkaderan ini sampai selesai.

Billahi Fii Sabilillhaq, Fastabiqul Khairat.

IMM JAYA, JAYA, JAYA