Ijtihad Kebangsaan Sebagai Sebaik-baik Gerakan Intelektual Islam

Oleh: Luluk Latifah (Kabid SBO IMM FAI UAD 2022/2023)

Kehidupan berbangsa takkan pernah terlepas dengan urusan politik di setiap negara. Namun untuk menghadapi atau terjun kedalam keperluan politik, kita harus memiliki bekal pemahaman, kesungguhan dan iman yang harus tertanam di dalam diri. Gerakan IMM dengan semangat intelektualitas, humanitas dan religiusitas tentu tidak dapat memisahkan diri dari urusan politik dalam berbangsa.

Sebelum itu dalam buku IMM Autentik karya Ahmad Saleh dijelaskan bahwa IMM memiliki peran dan tugas kebangsaan. Sebagai lumbung kader Muhammadiyah, IMM memiliki kewajiban untuk menghasilkan pikiran-pikiran segar, kreatif, dan solutif. Tugas kebangsaan tersebut termaktub dalam deklarasi IMM dalam perjalanan sejarah. Pertama, Manifesto politik 40 tahun IMM (2004) dengan salah satu poin mengedepankan aspek moral dan memperjuangkan politik nilai yang berbasis pada penguatan intelektualitas.

Kedua, Manifesto Kader Progresif (2002) yang berisi mewujudkan baldatun tayyibah waa rabuh ghafur. Kontribusi IMM disana berupa satu perangkat sistem nilai yang tangguh yang digali dari khazanah iman dan Islam. Ketiga,  poin ketiga Deklarasi Kota Medan (2012) yang menyebutkan bahwa “Orientasi gerakan IMM diarahkan pada penyelesaian problem kebangsaan dan kemanusiaan universal.”

Nalar kritis, Islam dan Intelektual

Ari Susanto dalam bukunya yang berjudul “ Tugas Intelektual Muslim” menjabarkan bahwa seorang intelektual harus menegakkan konstitusi membela kemanusiaan dalam tanggung jawabnya menjadi seorang Khilafah. Peran tersebut harus memiliki sudut pandang nilai kemanusiaan agar dalam setiap gerakannya menghasilkan perbaikan dan pembaharuan kemanusiaan. Sudut pandang tersebut harus didukung dengan pengembangan jejaring, baik dengan komponen organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, dan pemerintah.

Kebijakan negara menjadi hal yang mendukung dalam pelaksanaan perbaikan dan pembaharuan kemanusiaan. Namun seorang intelektual Islam harus memiliki sikap kritis yang terukur dalam seluruh kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Seorang intelektual harus berpihak untuk menguji berbagai peraturan yang menyebabkan rusaknya alam, hilangnya sumber daya alam dan ketidaktepatan atau penyelewengan terhadap anggaran yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat.

Gerakan IMM dengan nalar kritisnya harus membangun jejaring dan memperjuangkan nilai kemanusiaan. Memaknai Islam sebagai assalam (perdamaian) dimana identitas Gerakan IMM haruslah menjunjung perdamaian. Penegakkan perdamaian tersebut tentulah memerlukan agen-agen intelektualis yang mampu menggerakkan kemanusiaan sebagai wujud perdamaian.

Seorang tokoh intelektual Islam bernama Fazlurrahman yang juga menjadi rujukan K.H Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah dapat diambil pemikirannya terhadap sikap keritis yang harus diupayakan kader IMM. Fazlurrahman menyatakan bahwa Al-Quran dan Hadis gagal dibaca sebagai dirinya sendiri atau cenderung dibaca secara mufassir saja.

Harus ada pengembangan pemikiran dalam menggali Al-Quran dan membaca isinya. Anggapan tersebut ia lahirkan karena adanya sakralisasi temuan ilmiah sarjana klasik (sarjana salaf) yang diperlakukan sebagai tradisi sakral dalam bidang kalam dan fiqih. Sehingga pendekatan kritis harus dilakukan oleh setiap intelektual islam yang harus mengembangkan nilai-nilai dan etik namun harus bergelut dengan kemajuan yang terjadi.

Paradigma Intelektualisme Islam

Selain gagasannya terkait bagaimana nalar keritis digunakan dalam pembacaan Al-Qur’an dan Hadis, Fazlurrahman juga memunculkan sebuah gagasan mengenai paradigma intelektual Islam. Pencariannya dilakukan untuk memahami keimanan dengan menggunakan pendekatan pemikiran terhadap akar-akar kepercayaan dan komitmen dalam kehendak moralitas.

Sumber-sumber yang digunakan intelektual islam menurutnya adalah Al-Qur’an, sunnah, alam fisik, pikiran manusia dan masyarakat. Pendekatan ilmiah umat Islam diharapkan mampu mengorientasikan kembali penafsiran-penafsiran Al-Qur’an sejak periode Nabi hingga sekarang.

Pencarian ilmu pengetahuan sangat ditekankan Al-Quran sebagaimana dalam Q.S. 30: 7-9. Surah tersebut menjelaskan bahwa tugas umat islam adlah meneliti hakikat alam fisik melalui cara kerja pikiran manusia yang sesuai dengan moral, motivasi-motivasi psikologi dan masyarakat manusia.

Fazlurrahman menyatakan secara tegas bahwa tujuan intelektualisme Islam adalah memperoleh pemahaman yang integral memgetahui pengetahuan tuhan. Menurutnya pengetahuan alam fisik akan menghasilkan sebuah gambaran total dari alam dan pengetahuan manusia secara seimbang terkait masyarakat.

Pengetahuan mengenai masyarakat dapat menjadi wawasan bagi seorang intelektual dan dapat juga menjauhkan dari pemikiran sempit. Dasar-dasar intelektualisme islam menurut Fazlurrahman adalah spiritualitas, religiusitas dan moral.

Masih berkutar dengan pemikiran Fadzurrahman dalam persoalan intelektualisme Islam. Ia menjabarkan bahwa gerakan intelektualisme Islam harus mencurahkan diri dalam inovasi-inovasi intelektual yang bertujuan menciptakan ummah yang mampu menghadapi tantangan dunia modern.

Fiqih Politik dan Politik Kebangsaan

Politik sebagai salah satu lini kehidupan tentunya memiliki ketentuan yang juga diatur dalam Islam atau sebut saja sebagai fiqih politik. Politik sendiri dalam bahasa Arab adalah siyasah yang berasal dari kata sasa, yasusu, siyasatan yang berarti mengatur, mengurus, memerintah, memimpin, dan membuat kebijaksanaan untuk mencapai satu tujuan. Sehingga fiqih politik sendiri sering disebut sebagai fiqih siyasah atau siyasah syar’iyah.

Definisi lengkapnya adalah ilmu yang mempelajari hal ihwal dan seluk – beluk pengaturan urusan ummat dan negara dengan segala bentuk hukum, peraturan dan kebijakan yang dibuat penguasa yang sejalan dengan dasar-dasar ajaran dan jiwa syari’at untuk mewujudkan kemaslahatan.

Dalam buku Fiqih Politik Muslim karya Yusdani, Fiqih politik memiliki beberapa dasar pembentukan. Dasar yang pertama, arti dari perintah untuk menaati Allah. Dimana kita diamanati untuk menaati dan mengamalkan isli Al-Quran yang menjadi petunjuk kemuliaan kehidupan. Kedua, Ulil Amri yang mencakup raja atau kepala pemerintahan, ulama, amir di zaman Rasulullah dan para Mujtahid. Ketiga, pandangan Ahli Tafsir. Keempat, pandangan pakar politik muslim. Dan Kelima, peran Ulil Amri dalam mengembangkan ilmu-ilmu keagamaan.

Selain itu fiqih politik juga memiliki sumber – sumber pemikiran. Sumbernya adalah wahyu dan agama yang mengajarkan nilai dan norma. Kemudian sumber lain dari fiqih politik adalah manusia dan lingkungannya. Selain itu sumber apapun dan dari manapun asalnya selama tidak bertentangan serta sejalan dengan prinsip-prinsip dasar nilai-nilai transedental dapat dijadikan sebagai sumber pemikiran fiqih politik muslim.

Ruang lingkup Fiqih muslim mencakup empat bidang. Pertama, Bidang Dusturiyah atau bidang yang mencakup siyasah penetapan hukum, peradilan, administrasi, dan penerapan hukum. Kedua, bidang Dauliyah atau hubungan antar warga negara dan hubungan negara dengan negara lain. Ketiga, adalah bidang Maliyah atau atau siyasah yang mengatur sumber – sumber keuangan negara. Dan keempat, bidang Harbiyah yang mengatur peperangan dan berbagai aspek – aspeknya.

Politik Kebangsaan sendiri diartikan sebagai politik yang menjaga moral bangsa. Politik kebangsaan adalah politik yang mengajak tercapainya kebaikan bersama dalam hidup berbangsa. Saat politik kebangsaan dibicarakan, maka seharusnya fiqih politik tentu menjadi pondasi kokoh didalamnya. Muhammadiyah telah berperan dalam tegaknya politik kebangsaan dimana tidak mengacu kepada kekuasaan namun tetap berperan dalam mencapai bangsa yang adil dan menerapkan nilai-nilai kemanusiaan.

Intelektual Islam dan Ijhtihad Politik

Intelektual Islam yang telah kita telusuri tadi tentunya harus memahami fiqih politik dan mengamalkannya. Pengamalan fiqih politik bagi seorang intelektual Iskam tidak serta merta mengharuskannya terjun dalam kekuasaan. Namun juga tidak ada larangan apabila ingin berkecipun didalam dunia pemerintahan. Esensi politik yang mana mencapai tujuan kebaikan bersama harus dipahami dengan benar oleh intelektual Islam. Salah satunya adalah jalan ijtihad dalam berpolitik.

Intelektual Islam dengan sikap dan nalar keritis dapat menjadikan ijtihad sebagai sebaik-baik jalan dan gerakan. Dapat disebut demikian karena jalan ijtihad adalah jalan yang mengharuskan kita bersungguh-sungguh dan kritis dalam memahami dan menilai berbagai hal dalam kancah politik yang akan berpengaruh terhadap hajat orang banyak.

Dengan kunci kesungguh-sungguhan dan teliti tersebut dapat menjadi jalan dalam berperan secara politik di negara dan berpengaruh pada bangsa. Maka dari itu Intelektual Islam dan ijtihad dalam berpolitik menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan.

Tokoh Teladan Politik Kebangsaan

Dalam menelaah pentingnya politik kebangsaan kita dapat meneladani tokoh – tokoh yang sudah berperan dijalan tersebut. Muhammadiyah memiliki seorang intelektual dan cendekiawan yang begitu terkenal yaitu Almarhum Buya Syafi’i Ma’arif. Beliau dikenal sebagai tokoh muadzin bangsa atau penjaga bangsa. Kecerdasan dan kekritisan Buya Syafi’i Ma’arif yang netral perlu diteladani oleh para intelektual Islam.

Almarhum Buya Syafii dengan ketekunan dan kesungguh – sungguhannya telah berperan dalam politik kebangsaan. Berbagai pemikiran kritisnya untuk bangsa telah termaktub dalam berbagai tulisannya yang beredar. Salah satu tulisannya yang terkenal adalah Buku Fiqih Kebhinekaan serta berbagai buku dan artikelnya yang banyak beredar. Selain itu Buya Syafi’i Ma’arif semasa hidupnya telah dipercayai untuk dimintai nasehat berbagai pihak yang berpengaruh untuk bangsa seperti presiden, mentri, dll.

 

Penyunting: Irvan Chaniago