Ijtihad Gerakan Keilmuan IMM

Oleh: Faizin Jabibil Haq Amahoroe (Kabid RPK IMM FAI UAD 2022/2023)

Mereka yang terdidik (cendekiawan ataupun intelektual) diharapkan mampu melahirkan gagasan-gagasan besar, berani menyampaikan kebenaran dan melawan segala bentuk kemungkaran. Dengan basic keilmuan yang mumpuni akan lebih mudah menggiring para intelektual untuk melihat realitas yang terjadi. Ini juga yang dicontohkan Kiyai Dahlan saat awal-awal berdirinya Muhammadiyah, target dakwah beliau lebih banyak kepada kaum-kaum terpelajar.

Untuk menumbuhkan kesadaran kritis bersama (kolektif kolegial) dalam menjalankan oraganisasi Muhammadiyah untuk umat dan bangsa. Hingga saat ini Muhammadiyah terus melebarkan kiprah dakwahnya disegala aspek berkehidupan, dan melahirkan intelektual-intelektual yang memberi sumbangsi untuk agama, bangsa dan negara.

Muhammadiyah yang didirikan Kiyai Dahlan memiliki etos yang tinggi dalam menjaga nalar berpikir dan nalar kemanusiaan. Melalui surah al-Ma’un sedapatnya ada dua ibrah yang dapat kita petik, yaitu upaya Kiyai Dahlan menumbuhkan spirit ilmu amaliyah dalam menjawab problematika sosial kemasyarakatan yang terjadi. Dan menumbuhkan spirit amal ilmiyah yang tidak lain memiliki makna bahwa segala perbuatan ibadah baik yang bersifat teologis maupun sosial harus memiliki dasar keilmuan yang jelas.

Bagi Kiyai Dahlan salah satu instrumen dalam melakukan perubahan sosial berawal dari kesadaran tentang pentingnya pendidikan. Dan proses didik mendidik tidak terlepas dari transfer pengetahuan (transfer of knowledge) dan kesadaran akan ilmu pengetahuan.

Sebagai bagian dari poros perkaderan dan keilmuan di Muhammadiyah, IMM harus mengambil peran. Tujuan IMM sendiri yakni membentuk akademisi islam harus sampai kepada taraf kesadaran di tiap-tiap kader. Karena kualitas kader IMM diukur sampai sejauh mana dia bergelut dengan pemikiran-pemikiran yang ditrasformasikan dalam realitas kehidupan sosial baik di lingkungan kampus maupun di masyarakat.

Intelektual dan Masyarakat

Kompleksitas problematika dunia modern menuntut para intelektual untuk hadir sebagai pilar-pilar dalam menyeruakan kebenaran. Intelektual tidak bisa dilepaskan dari masyarakat untuk menjawab persoalan-persoalan yang ada. Menurut Edward Said “intelektual adalah mereka yang terlibat langsung dalam persoalan-persoalan masyarakat”. Dengan bahasa intelektual-nya harus berani memberikan tekanan (pressure) kepada penguasa yang dzalim. Kata Buya Syafi’i “kerja-kerja intelektual adalah kerja seumur hidup, ia tidak pernah tuntas dan memuaskan”.

Intelektual semacam ini bagi Gramsci disebut sebagai intelektual organik yang menghubungkan antara teori dengan realitas sosial yang ada. Bagi Gramsci kesadaran seorang intelektual organik harus menjadi oraganisator dalam perubahan dan penyadaran.

Kuntowijoyo sendiri menyebut intelektual yang melakukan kerja-kerja untuk pembebasan kaum-kaum termarjinalkan (mustadafin) sebagai intelektual profetik. Mereka bergerak pada proses pemberdayaan masyarakat (humanisasi), membebaskan manusia dari sistem sosial, ekonomi, pendidikan, politik yang membelenggu atau menindas (liberasi), dan upaya penyadaran pada konsep tauhid (Transendensi).

Gerakan Keilmuan IMM

Trilogi dan Tri Kompetensi Dasar (Trikoda) telah merumuskan fokus gerakan IMM pada tiga ranah. Yaitu Religiusitas-Keagamaan, Intelektualitas-Kemahasiswaan, dan Humanitas Kemasyarakatan. Ketiganya saling keterkaitan dan keterhubungan antara satu dengan yang lain.

Selanjutanya pada Deklarasi Kota Barat di Solo, salah satu poinnya adalah Ilmu adalah amaliyah IMM dan amal adalah Ilmiah IMM. Poin ini tergabung dengan lima poin lainnya yang kemudian disebut sebagai Enam Penegasan sebagai cikal bakal gerakan IMM.

Deklarasi Kota Barat atau Enam Penegasan kemudian menjadi acuan nilai, filosofi, strategi, dan asas asas gerakan IMM. Didalamnya ada semangat keislaman, semangat intelektualisme, serta semangat kemanusiaan. (Ahmad Soleh, 2021: 119).

Baik Muhammadiyah maupun IMM telah menunjukkan keseriusannya pada pembinaan nalar intelektual dan keilmuan. Era baru akan mendatangkan tantang yang jauh lebih besar dan beragam. Pembinaan nalar keilmuan harus ditanamkan jauh-jauh hari kepada seluruh kader persyariakatan ditiap-tiap pimpinan.

Hal ini juga untuk mempertahankan elektabilitas dakwah Muhammadiyah dan IMM agar berkembang sesuai perkembangan zaman. Maka akan dirasa gagal apabila justru pembinaan keilmuan di IMM mengalami kemerosotan atau bahkan kemacetan baik di tataran teoretis-filosofis maupun ditataran praksis.

Karena, kegiatan berfikir bukan hanya diperintahkan oleh Tuhan baik dalam logika naratif (kisah) dan retorik (nadhar) maupun imperatif (iqra’). Bahkan dengan tegas Allah menyatakan dalam surah al-Anfal ayat 22 bahwa mereka yang tidak mau menggunakan akal pikirannya laksana binatang melata (dawab) di muka bumi. (Nasir, 2015: 186). Sehingga hal ini perlu adanya penyadaran, pengilmuan dan pengaktualisasian gerakan keilmuan IMM yang selanjutnya penulis sebut sebagai Ijtihad Keilmuan.

Ijtihad Keilmuan IMM Sebagai Basis Gerakan

Secara terminologi ijtihad dimaknai sebagai “sungguh-sungguh mencurahkan seluruh tenaga dan kemampuan”. Secara literal maknanya adalah mencurahkan tenaga (badl al-wus’). Apabila ditambahkan kalimat pelengkap maka “mencurahkan seluruh tenaga dengan maksimal dalam mencari suatu perkara” (badl al-wus’ fi thalab al-amr). (Syamsuri, 2011: 222).

Jika ditarik dalam terminologi keilmuan maka ijtihad dapat dimaknai sebagai “Suatu upaya sungguh-sungguh yang mencurahkan seluruh tenaga dan kemampuan dalam melakukan pemberdayaan dan pengembangan keilmuan serta konstruksi nalar pemikiran”

Ijtihad gerakan keilmuan ini bersifat dinamis dan berkembang namun dapat dijadikan langkah strategis dalam melakukan kerja-kerja keilmuan. Yang perlu diingat bahwa gerakan keilmuan harus berangkat dari kebutuhan ditiap-tiap tingkatan pimpinan, terutama dari dibasis akar rumput (grass roots). Ada tiga tahapan yang dapat diterapkan:

Pertama, tahap penyadaran. Etos keilmuan harus dijadikan sebagai habits (pembiasaan) agar kerja-kerja intelektual dapat menyentuh kesadaran kolektif. Menumbuhkan kesadaran keilmuan bisa melalui gerakan-gerakan literasi yang selanjutnya di-revitalisasi (melakukan penguatan kembali). Seperti kampanye membaca, gerakan surah buku, maupun agenda agenda agitasi dan propaganda keilmuan (baca, tulis, diskusi).

Kedua, tahap pengilmuan. Nilai-nilai yang menjadi acuan dalam setiap gerakan IMM selanjutnya dapat direkonstruksi pemaknaannya sehingga sesuai dengan kebutuhan. Pengilmuan IMM maksudnya adalah narasi normatif yang telah menjadi dasar pergerakan IMM dapat dikembangkan sebagai konsep dan teori dalam melihat realitas. Kerangka tersebut harus saling terintegrasi antara satu dengan yang lain yang berjalan berdampingan. Pengilmuan IMM adalah sebuah proses sebelum menuju tataran praksis, dapat melalui dialog-dialog keilmuan dan saling berbertukar pikiran.

Ketiga, pengaktualisasian (aksi). Kesadaran akan ilmu dan upaya penganbangan keilmuan tersebut harus ter-transformasi dalam wujud aksi nyata. Sebagai seorang intelektual maka kader IMM memiliki tanggung jawab sosial. Keilmuan IMM harus menyentuh sisi humanitas (kemanusiaan).

Menolong mereka yang lemah dan membutuhkan melalui upaya pemberdayaan masyarakat. Karena IMM salah satu pelopor, pelangsung dan penyempurnaan dakwah Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat islam yang sebenar-benarnya.

Optimalisasi ijtihad Gerakan keilmuan ini dalam pelaksanaannya akan selalu mengalami perubahan yang lebih progresif. Namun dilain sisi, tiga tahapan diatas adalah acuan serta prinsip yang harus dimiliki IMM.

Tiga aspek diatas semoga dapat dipahami dan dimaknai sehingga kerja-kerja religiusitas, intelektualitas dan humanitas dapat menjawab kebutuhan basis akar rumput (grass roots).

Referensi:

  1. Nasir, Haedar. 2015. Dinamisasi Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah
  2. Soleh, Ahmad. 2021. IMM Autentik. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah
  3. Kuntowijoyo. 2006. Islam Sebagai Ilmu. Yogyakarta: Tiara wacana
  4. Syamsuri, Hasani Ahmad. 2011. Ijtihad dan sekularisasi: Telisik atas Tradisi

Keilmuan Islam dan Barat. Jurnal Al-ADALAH. Vol. X, No. 2. Diakses pada 26 juni 2022.

  1. https://suaramuhammadiyah.id/2020/06/18/muhammadiyah-gerakan-keilmuan-dan gerakan-berkemajuan/ diakses pada 26 Juni 2022.

 

Penyunting: Irvan C.