Jangan Bergabung di IMM, TITIK

Oleh : Immawan Jek

jika anda malas membaca, jangan cepat menyimpulkan isi tulisan ini sebelum membaca sampai habis.

Sebelumnya, aku ingin mengucapkan “selamat datang di dunia baru bernama kampus”. Tempat di mana kita semua akan mengalami proses panjang yang cukup melelahkan dan penuh tantangan. Dunia yang di mana terdapat beribu-ribu mitos seperti “mahasiswa agen perubahan, mahasiswa agen pengkontrol masyarakat, dan sebutan agen-agen lain yang, menurut saya adalah takhayyul dan khurafat.

Bagaimana tidak? di sini, kehadiran dan keaktifan di kampus adalah hal primer dan mencangkup hampir dari separuh nilai untuk kelulusan. Semakin aktif anda dalam perkuliahan, semakin tinggilah nilai anda. Semakin aktif anda berdekatan dengan dosen-berikut dengan negoisasi nilai-maka bisa dipastikan, anda akan mendapatkan penghargaan yang begitu tinggi.

Namun, anda harus berfikir dua kali-bahkan lebih-jika kesadaran anda dialihkan untuk menyelesaikan persoalan yang ada di masyarakat dan ikut mengabdikan diri dalam keluarga besar persyarikatan. Resiko paling tingginya adalah: Pertama, anda akan kewalahan dalam mengatur agenda keseharian. Kedua, nilai untuk kelulusan tak pernah memberikan tempat untuk itu. Dengan kata lain, 0% untuk kesadaran kritis. Jadi, berkecimpung dalam suatu organisasi akan menghancurkan fokus anda ketika ingin cepat lulus dengan nilai yang memuaskan. Bagi aku pribadi, itu adalah resiko. Dan kita semua mengaminkan ketika kita memilih suatu prinsip atau keputusan pasti ada resiko-resiko yang siap ditanggung sendiri.

Takhayyul, Bid’ah, Khurafat (disingkat TBC) di zaman K.H. Ahmad Dahlan adalah suatu yang sudah membudaya dan mengakar kuat di masyarakat. Mungkin, beberapa dari teman-teman sekalian sudah mengetahui sejarah tersebut. Dan itu harus dipahami bagi orang-orang yang ingin betul-betul totalitas mengabdi pada persyarikatan. Yang aku mau bilang adalah Apakah K.H Ahmad Dahlan hanya menonton dari kejauhan praktek kezaliman tersebut sekaligus mencaci makinya dalam ceramah-ceramah, ataukah terjun langsung untuk mengubahnya ke arah yang lebih baik?

Harta bahkan jiwa beliau dikerahkan secara total untuk mengabdi kepada masyarakat sebagai bentuk pengabdian beliau kepada Allah. Jawaban dari pertanyaan di atas sudah sangat jelas, mengingat fakta-fakta sejarah yang tidak bisa kita pungkiri. Dan sekarang, kampus yang kita cintai bersama ini adalah buah dari kerja keras tanpa henti dari beliau.

Lalu, fakta sejarah di atas mengenai TBC tadi mempunyai keterkaitan dengan mitos-mitos atau takhayyul-khurafat yang ada di kampus. Bukan berarti keadaan sekarang adalah suatu kepastian tetap tanpa bisa diubah. Sebobrok apapun mahasiswa itu,  jika ia memiliki keinginan untuk mengembangkan potensi dalam dirinya, maka tentu itu adalah ikhtiar yang mendapat Ridho dari Allah. se-vakum vakumnya kita sebagai mahasiswa, bukan tidak mungkin untuk merubahnya ke arah yang lebih baik. Dan persyarikatan tidak memerlukan mahasiswa-mahasiswa yang hanya ingin mengambil untung tanpa memberi manfaat nyata bagi masyarakat.

Misalnya aku ingin mengambil contoh ketika rumah atau kos padam listriknya sedangkan kita ingin membaca buku. Apa yang harus dilakukan? mencaci maki PLN kah? atau mengambil lilin lalu menerangi sisi gelap ruangan? jika anda melihat suatu kemungkaran di depan mata, pilihan paling terakhir adalah menolaknya dalam hati. Tetapi kita harus yakin, ketika kita bersama-sama dalam memerangi kemungkaran di zaman modern-pasca modern ini, bukanlah suatu hal yang mustahil untuk dilakukan. Nabi Muhammad S.A.W tidaklah sendiri memerangi kemungkaran, tetapi kokoh dalam satu barisan jamaah yang tak terkalahkan. itulah titik penting organisasi dalam memerangi suatu kemungkaran. termasuk memerangin mitos-mitos yang beredar di kampus.

Kritik tanpa kontribusi yang jelas tentunya akan melahirkan takhayul-khurafat yang lebih banyak.

Mahasiswa sebagai pelopor perubahan ke arah yang lebih baik tidak akan bisa terwujudkan dengan kicauan melalui status-status WA atau snapgram-snapgram instagram. Maka dari itu, perlunya seorang kader melatih pemahaman dan pengalamannya secara langsung dengan berkecimpung dalam persyarikatan. Hobi, kecenderungan, potensi seorang mahasiswa seperti kita ini tidak bisa dikembangkan dengan modal keaktifan dalam kampus. Seiring berjalannya waktu, anda bisa merasakan hal yang sama seperti saya.

Bukan berarti, keaktifan dalam kampus tidak penting. Kita semua bisa sampai  pada titik ini karena perjuangan dari orang tua, keluarga, sahabat-sahabat kita. Masuk ke UAD tidaklah gratis, walaupun anda mendapatkan beasiswa misalnya. Pengertian membayar jangan disempitkan bahwa itu hanya persoalan membayar dengan uang, tetapi ada juga yang namanya bayaran sosial. Ada keringat dan air mata yang kita perjuangkan sebelumnya. Menyia-nyiakan perkuliahan sama halnya dengan menyia-nyiakan perjuangan keluarga, sahabat-sahabat, dan orang tua beserta air mata dan cucuran keringat yang ikhlas dari mereka.

Kader-kader pelopor sebagai penerus K.H. Ahmad Dahlan perlu dimunculkan terus-menerus, mengingat zaman yang telah banyak berubah terhitung sejak zaman beliau berusaha mati-matian dalam mengembangkan persyarikatan Muhammadiyah. Dan perlunya persyarikatan menampung kader-kader yang bisa memunculkan terobosan baru dan manfaat nyata bagi masyarakat.

untuk itu, jika anda masih ragu, bimbang, bahkan masa bodoh dengan persoalan di atas, aku sarankan untuk tidak bergabung di IMM. Jika anda orangnya tidak siap dengan kritikan, caci maki, perdebatan, beradu ide dan gagasan, maka aku sarankan sekali lagi, jangan bergabung di IMM. Jika anda tidak siap untuk melihat kenyataan yang sebenarnya di IMM, maka sekali lagi aku tegaskan, JANGAN BERGABUNG DI IMM. Tulisan ini tidaklah berarti apa-apa tanpa ada respon dari teman-teman sekalian.

Di akhir tulisan ini, aku ingin mengutip pernyataan seorang kader Muhammadiyah, beliau adalah panglima besar Jendral Sudirman;

“Jadi kader Muhammadiyah itu berat. jika ragu dan bimbang, lebih baik pulang.“

MUSLIMAH TONGGAK SEBUAH PERADABAN

Muslimah Tonggak Sebuah Peradaban

Oleh : Ajeng Riadwi Yunanto (Kader IMM FAI 2018)

Tepatnya tanggal 1 maret. Hampir seluruh wanita pelosok dunia memperingati hari besar Hari Perempuan Internasional, yang lebih dikenal dengan istilah “March’s Woman”. Berangkat dari sebuah sejarah tentang adanya perdebatan yang dilakukan oleh para pria.setelah disetujui lahirnya, tindakan mengatasi terdiri kesetaraan gender. Diharapkan tidak lagi terjadi di tengah masyarakat.

Permasalahan yang terjadi di masa sekarang ini kesetaraan gender atau yang di sebut feminisme mulai bangkit. Feminisme adalah gerakan dari kaum wanita atau pria untuk menghapuskan perilaku bias gender dan menyamaratakan antara pria dan wanita. Pemikiran-pemikiran feminisme dalam hal kecantikan, kekayaan, ketenaran itulah definisi kesuksesan mereka. Wanita memiliki kebebasan untuk menetukan hidupnya. Bebas melakukan dan menjadi apapun. Lebih khawatir tidak bisa memasak dan mengurus tempat tinggalnya. Wanita yang menghasilkan banyak uang di anggap lebih terhormat daripada wanita yang berdiam di rrumah mengurus anak-anaknya. Mereka menyukai sosok Wanita karir seperti hari ini yang hanya mengejar kesuksesan semu dengan capaian materi.

 Hal yang sangat bertolak belakang di dalam islam. Penyebab di dalam islam Allah menempatkan perempuan dan laki-laki sama di hadapanNya, sebagai peran. Tidak ada istilah kesetaraan gender dalam islam. Namun, Islam pun menyetujui masing-masing dengan menentukan tujuan hidup mereka di dunia demi meraih ridho Allah. Yang dalam pelaksanaannya Allah Subhanahu wa ta’ala bedakan antara perempuan dengan laki-laki. Semata-mata demi perempuan itu sendiri, seorang perempuan sangat terhormat dan mulia di hadapan Allah. Alasan di dalam Islam perempuan adalah kehormatan yang wajib dilindungi, dan paling tahu tentang diri manusia adalah Allah ta’ala.

Tugas pertama dan terbesar seorang perempuan, yang tak akan tertandingi oleh siapa pun, adalah untuk membesarkan generasi yang baru. Dia telah dipersiapkan oleh Allah untuk hal itu secara fisik dan psikologi dan dia tak boleh disibukkan oleh apa pun yang bersifat materi ataupun moral, seakan-akan tak ada siapa pun yang dapat menggantikan dirinya dalam mengerjakan tugas tersebut yang mana masa depan negara dan kesejahteraannya yakni kesejahteraan umat manusia tergantung padanya.Oleh karena itu, wanita hanya akan mencapai karir cemerlangnya selama berpegang teguh pada syariat Allah Subhanahu wa ta’ala, bukan yang lain.

Banyak sekali contoh Wanita Muslimah yang menjadi panutan kita (muslimah), bagaimana bersikap dan bertutur katanya para Ummatul Mukminin golongan Assabiquunal Awwalun, bagaimana menjaga marwah sebagai Muslimah, Izzah dan juga Iffah. Mereka membalut dirinya dengan 3 pakaian, dan pakaian paling utama bagi mereka adalah Libasut Taqwa (pakaian takwa). Allah memerintahkan kepada hambanya, sebagaimana yang terdapat di dalam ayat al-qur’an. Yamg Artinya “Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Jumu’ah:10).

Dalam terjemahan ayat diatas menjelaskan, bertebaranlah kamu di muka bumi, tidak ada yang lebih bermanfaat di dunia ini selain kita memanfaatkan waktu dengan mengisi sesuatu yang bermanfaat bagi akhirat kelak. Jika di kaitkan dengan sekarang, sungguh adanya kemorosotan ketika Muslimah diajak untuk berkiprah mensyiar ajaran agama islam. Muslimah sekarang sudah termakan, sudah tergerus dengan istilah-istilah yang mana bukan menjadi diri menjadi lebih baik lagi, tetapi hanya sekedar bawa perasaan (baper) saja.

Contoh, beberapa bulan yang lalu ada seorang pemuda hafidz yang menikah dengan seorang akhwat, lalu bagaimana kebanyakan komentar yang muncul? “ih.. baper. Sedih ditinggal sama si fulan. Atau perkara-perkara yang sejenisnya. Wahai para Ummahatul Ghad (ibu-ibu dimasa yang akan datang) sadarlah. Jika ibunya seperti ini, mudah tergerus, bagaimana kelak dengan peradaban mendatang? Generasi setelah kita? Yang akan mendapatkan tantangan jauh lebih bahaya lagi daripada kita saat ini. Jika kita masih berleha-leha, berfoya-foya, tidak menyiapkan bekal yang cukup, masih memikirkan seputar dunia perjodohan, akan jadi apa generasi setelah kia? Apakah bisa kita disebut sebagi tonggak peradaban Islam?

Muslimah, marilah jadikan diri kita lebih baik bukan sekedar tampilan tapi juga dari segi keilmuwan perempuan adalah tonggal sebuah peradaban pada diri kita lah melahirkan generasi-generasi penerus ulama datangi majlis-majlis ilmu sentuh nafas para ulama melalui tulisan dan kitab mereka sibukkan diri kita dengan ilmu, ilmu dan ilmu lalu barangi perbaikan adab, turunkanlah pandanganmu. Carilah ridho Allah semata tirulah istri-istri rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan para musahibiyah yang lain yang mana kita tidak tahu raut wajah mereka tapi namanya harum mewangi hingga sekarang.

“Dunia adalah perhiasan dan perhiasan terbaiknya adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim)

Teruntuk Immawati” 💕

KEKALAHAN BUKANLAH AIB

 

Oleh : H. Kapitang

 

“Pemenang sejati adalah dia yang mampu tersenyum dan bahagia dikala dia belum berhasil. Karena, dia sadar perlu adanya persiapan yang matang untuk memenangkan sebuah pertarungan” Kira-kira begitu yang diucapkan oleh Djajendra sang motivator

 

Memang, dalam hal menerima kekalahan bukan lah sebuah perkara yang mudah, namun Ketika nilai-nilai moral tertanam dalam diri dan menjunjung tinggi sportivitas, maka menerima kekalahan bukanlah suatu hal yang sulit. Bisa jadi dari kekalahan tersebut  akan melahirkan kekuatan baru dan menjadi batu loncatan untuk menjadi pemenang di pertarungan-pertarungan berikutnya.

 

Jika seseorang tidak menerima kekalahan yang dialaminya, tanpa sadar dia telah mengembang biakan monster-monster dalam dirinya dan jelas lah bahwasanya dia gagal menjadi pemenang ketika bertarung dengan dirinya sendiri.

 

Menerima kekalahan adalah salah satu bukti ketakwaan kita kepada Tuhan, karena kita patuh dan tunduk atas segala kehendaknya. Menerima kekalahan juga merupakan bentuk kontribusi kita kepada pemenang. Kalau tidak ada yang kalah tentu tidak akan ada pemenang dalam sebuah pertarungan.

 

Merasa kecewa dan sedih ketika mengalami kekalahan itu merupakan suatu hal yang wajar-wajar saja, tetapi ketika berlarut dalam kesedihan, kekecewaan yang tak berujung sampai menimbulkan hal-hal negatif saya kira sikap tersebut jauh dari kata wajar bahkan jauh dari kata waras.

 

Maka dari itu, kalau kata Djajendra dalam sebuah tulisannya “jauhkan diri dari obsesi yang berlebihan untuk sebuah hasil yang sempurna”

 

Pembaca yang budiman, tulisan ini hadir  bukan tanpa alasan tetapi tulisan ini bisa hadir karena saya sendiri pernah melihat bahkan sering mengalami kekalahan dalam beberapa pertarungan. Misalnya bertarung dengan diri sendiri, terkadang saya tidak dapat menahan ego dan rasa amarah yang berlebihan dalam diri yang sering menggebu ketika mengalami kekalahan.

 

Tapi bukan berarti saat ini saya patuh terhadap ego dan rasa amarah yang berlebihan yang ada pada dalam diri saya. Perlawanan demi perlawanan terus saya lakukan, entah hasilnya seperti apa itu urusan Tuhan.

 

Dalam pertarungan sepak bola. Bukan sekal dua kali saya mengalami kekalahan tetapi sering kali saya mengalami hal tersebut. Sedih, kecewa, menyesal, putus asa, marah pun pernah saya rasakan. Yang menjadi poin penting ialah motivasi yang selalu diberikan oleh pelatih agar bangkit dan terus berusaha dengan keras, terus melakukan persiapan persiapan untuk pertarungan selanjutnya.

 

Dan akhirnya atas motivasi yang diberikan pelatih, dan persiapan-persiapan yang saya lakukan, saya bisa merasakan menjadi menjadi pemenang dalam sebuah pertarungan dalam sebuah pertandingan terbuka dan terukur dengan aturan.

 

Baru-baru ini menyaksikan kekalahan teman-teman dalam pertarungan perpolitikan. Karena ada hubungan emosional antara saya dan teman-teman sehingga saya pun sedikit merasa sedih dan marah. Asumsi saya, teman-teman juga pasti merasakan hal yang sama. Tetapi yang membuat saya kagum ialah kedewasaan politik yang di tunjukan oleh mereka.

 

Sedikit mundur untuk menyiapkan pertarungan selanjutnya dan mengucapkan selamat kepada pemenang adalah salah satu sikap dari  seorang pemenang sejati.

 

Wallahu a’lam bissawahb