Mengenal PPN : Sejarah, dasar hukum dan kontroversinya

Oleh : IMMawan Mustofa Dahlan

 

PPN atau Pajak Pertambahan nilai adalah pungutan yang dikenakan dalam setiap tahapan produksi dan distribusi (Rani Maulida, 2018).
PPN akhir-akhir ini mencuat karena Menteri Keuangan, Sri Mulyani berencana menerapkan PPN bagi Lembaga Pendidikan dan Sembako. Hal ini dikarenakan devisit APBN yang terjadi pasca terjangan badai Covid-19 sejak Maret tahun lalu. Berbagai respon dari Masyarakatpun bermunculan.

Muhammadiyah selaku Organisasi penggerak di bidang pendidikan mengaku tak sepakat dengan usulan ini. Prof. Haedar Nasir, Ketua Umum PP Muhammadiyah menganggap bahwa hal ini menyalahi amanah konstitusi.

Perlu kita fahami bersama, pengertian PPN, dasar hukum PPN dan sejarah implementasi PPN itu sendiri.

Sejarah dan dasar hukum PPN
PPN merupakan sebuah protokol pajak yang diimplementasikan pada tahun 1983. PPN menyasar kalangan industri dan penyedia layanan. Nilai PPN adalah 2,5% dari nilai transaksi.

Dasar hukum PPN dituangkan dalam UU No.8 tahun 1983 tentang PPnBM (Pertambahan pajak nilai & Barang mewah). Kemudian direkontruksikan ulang pada 2009 dengan UU No. 42 tahun 2009.

PPN merupakan instrumen Negara dalam mekanismew pengambilan pajak. PPN menjadi salah satu alat Negara dalam mensukseskan APBN dari tahun ke tahun hingga lintas rezim. Dari rezim orde baru hingga reformasi, kebijakan mengenai PPN ini selalu menjadi komponen Pemerintah dalam menghimpun pendapatan negara. Dalam sejarahnya, PPN jarang mendapatkan perubahan, baik dari draft isi perundang-undangnnya maupun implementasinya.

Sifsat dan contoh PPN
sebagai sebuah alat hukum PPM memiliki karakter nya sendiri. PPN ini bersifat tidak langsung, objektif dan domestik.

Karakter tidak langsung yang dimaksud diatas adalah terkait pengambilan nominalnya. Barang yang diproduksi tidak langsung serta merta dikenakan pajak namun menunggu barang tersebut dipasarkan terlebih dahulu.

PPB juga bersifat objektif atau tidak memihak. PPN dikenakan bagi seluruh komponen masyarakat tanpa terkecuali. Dalam undang-undang nomor 8 tahun 1983 tidak ada pengecualian dalam pemberlakuan PPN ini, sehingga rakyat, pengusaha dan pejabat sama-sama memiliki hak untuk membayar PPN.

PPN ini bersifat domestik artinya PPN hanya berlaku kepada barang dan jasa dalam negeri dan tidak berlaku bagi barang ekspor. Sejatinya, PPN hanyalah salah satu instrumen dalam pengambilan pajak Negara. Ada beberapa komponen lain seperti NPWP, pajak penghasilan, pajak kendaraan bermotor, pajak bangunan pajak tanah dan berbagai macam instrumen perpajakan lainnya.