AGAMA DIJADIKAN ALAT PEMICUH KONFLIK ANTAR UMAT BERAGAMA

Oleh: Suhardin (Anggota RPK IMM FAI UAD 2024/2025)

Akhir-akhir ini, kita bisa melihat begitu banyak konflik antar agama yang menimbulkan kerugian bagi kedua pihak. Hal ini sangat ironis melihat kedua pihak saling menyerang karena perbedaan sudut pandang dan keyakinan. Salah satu contoh konflik adalah yang terjadi di Sulawesi Tengah, khususnya di daerah Poso, pada tanggal 25 Desember 1998 yang berlangsung hingga tahun 2001. Konflik ini memakan banyak korban dari kedua pihak akibat kepentingan kelompok yang mengatasnamakan agama. Apakah benar agama memiliki potensi untuk terjadinya konflik antar individu maupun kelompok? Tentu saja, agama memiliki potensi besar untuk menimbulkan konflik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan dalam tulisan ini mengapa agama bisa menjadi potensi untuk terjadinya konflik antar individu maupun kelompok. Dalam tulisan ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan, di mana metode ini mengandalkan data dari referensi tertulis yang telah dipublikasikan, seperti buku, jurnal, dan artikel, dengan harapan menambah wawasan pembaca agar lebih bijak dalam memahami isu-isu agama.

Konflik antar Agama

Agama seringkali dijadikan sebagai alat untuk memicu konflik antar kedua pihak, dikarenakan agama adalah hal yang sensitif yang berkaitan dengan kepercayaan individu maupun kelompok, sehingga dijadikan alat untuk memicu konflik. Sebagai contoh, konflik yang terjadi di Poso, konflik tersebut terjadi akibat kepentingan elit politik untuk mendapatkan jabatan di Daerah Poso dengan menggiring massa atas isu-isu agama, seperti mengatakan bahwa termajinalkannya etnis Pamona, Lore, dan Mori (yang mayoritas Kristen) dengan adanya etnis Jawa, Bugis, dan Makassar (yang mayoritas Muslim), sehingga menggiring opini masyarakat terhadap hal-hal negatif yang menimbulkan konflik antar agama yang memakan korban, diakibatkan saling membunuh dengan mengatasnamakan agama, padahal pada kenyataannya semua itu terjadi akibat kepentingan elit politik untuk mendapatkan jabatan.[1]

Lebih parahnya, sebagian tokoh agama turut serta dalam konflik tersebut. Sebenarnya, tokoh agama memiliki peran penting dalam mengatasi konflik antar agama dengan memberikan edukasi kepada masing-masing kelompoknya, sehingga masa dapat terarah dan konflik segera usai. Namun, pada kenyataannya, ada beberapa tokoh agama yang ikut serta dalam konflik tersebut, sehingga pemerintah mengambil sikap tegas dalam mengatasi konflik antar agama. Tokoh agama memiliki pengaruh luar biasa di kalangan umat beragama karena masyarakat percaya bahwa mereka memiliki pengetahuan tentang agama. Ketika tokoh agama ikut serta dalam konflik, kelompoknya makin yakin bahwa konflik adalah solusinya.[2]

Toleransi Menjadi Solusi Mengatasi Konflik Antar Agama

Dari penjelasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa agama dapat menjadi pemicu konflik antar individu maupun kelompok. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu maupun kelompok untuk memahami religiusitas dan pentingnya menjaga toleransi antar beragama serta bijak dalam menanggapi isu-isu agama dengan cara mencari tahu terlebih dahulu akar permasalahan sebenarnya. Hal ini penting agar tidak membuat kesimpulan gegabah dari isu yang beredar dan menghindari tindakan yang merugikan pihak lain, sehingga konflik yang tidak diinginkan dapat dihindari.

Serta mencoba memahami agama lain dalam sudut pandang agamanya, seperti halnya ketika umat Islam tidak diperbolehkan mengucapkan Selamat Tahun Baru. Hal tersebut bukan semata keinginan umat Islam, melainkan telah menjadi ketentuan hukum syariat yang diatur oleh agama Islam itu sendiri. Dengan demikian, kita dapat memahami mengapa umat Islam tidak boleh mengucapkan Selamat Tahun Baru, sehingga tidak muncul prasangka buruk. Kita mencoba memahami agama lain tidak hanya dengan sudut pandang kita sendiri, namun juga dengan sudut pandang agama agama lain.

Dengan demikian, konflik antar umat agama dapat diatasi melalui pendidikan tentang pentingnya menjaga toleransi dan solidaritas antar umat beragama. Hal ini akan mencegah pengaruh isu-isu agama yang dimanipulasi oleh oknum-oknum yang ingin menciptakan konflik demi kepentingan pribadi mereka. Masyarakat yang humanis, yang menghargai nilai-nilai persamaan hak, keadilan, toleransi, dan kebebasan, dapat terwujud. Oleh karena itu, penting untuk bijak dalam memahami isu-isu agama agar tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang dimanfaatkan atas nama agama.

Kesimpulan

Agama bisa menjadi faktor pemicu terjadinya konflik antar individu maupun kelompok; akan tetapi, konflik tersebut seringkali dipicu oleh oknum-oknum tertentu yang menggiring isu-isu agama di antara umat beragama. Ajaran agama mengajarkan untuk selalu menjaga kerukunan antar umat beragama dengan melakukan toleransi terhadap setiap individu maupun kelompok sesuai keyakinannya tanpa mengecilkan pihak lain. Selain itu, bijaklah dalam memahami isu-isu agama yang beredar dengan cara mencari kebenaran dari informasi yang beredar dan mencoba memahami agama lain sesuai sudut pandang agama mereka.

[1] Jurnal Criksetra Volume 5 Nomor 10 Agustus 2016. Konflik Poso Kajian HistorisbTahun 1998-2001

[2] Jurnal Criksetra Volume 5 Nomor 10 Agustus 2016. Konflik Poso Kajian HistorisbTahun 1998-2001