Oleh: Suhardin (Anggota Bidang RPK IMM FAI UAD 2024/2025)
Pendahuluan
Indonesia menjadi salah satu negara yang mempunyai penduduk Islam terbesar didunia, yang mencerminkan nilai-nilai keislaman. Akan tetapi saat ini nilai-nilai keislaman selalu dibenturkan dengan nasionalisme dikarenakan munculnya faham-faham radikalisme dikalangan umat muslim Indonesia. Terlebih di zaman moderen saat ini, teknologi memberikan segudang kecanggihan dan kemudahan bagi masyarakat untuk menerima informasi, diantaranya melalui media sosial seperti Youtube, Twitter, dan lain sebagainya.
Radikalisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan pandangan atau tindakan ekstrem yang menyimpang dari norma atau keyakinan. Dalam konteks agama, hal ini mengacu pada penganut keyakinan dan praktik ekstrem atau fundamentalis yang sering kali melibatkan kekerasan atau penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan politik atau sosial.[1] Contoh radikalisme dapat tercermin dari tindakan pengeboman, penculikan, perampokan, dan tindakan kriminal lainnya. Propaganda radikalisme telah menyebar di dunia maya. Konten radikalisme yang tersebar luas di media sosial tentu akan membahayakan idiologi masyarakat, mengigat pengguna media sosial di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 191 juta.[2]
Guna menangkal penyebaran konten radikalisme, harus diupayakan sebuah gerakan bermedia sosial yang revolusioner. Jika mengacu pada gagasan agama Islam, gerakan revolusioner yang dapat membangkitkan semangat muslim terakomodasi dalam jihad. Namun upaya jihad seringkali ditafsirkan sebagai ibadah yang bersifat tekstual, seperti perang. Padahal kata jihad sendiri mengindikasikan adanya sebuah perbuatuan sungguh-sungguh yang dapat menguntungkan agama Islam, salah satunya terkait upaya perlawanan terhadap konten radikalisme di media sosial. Tindakan radikalisme sampai saat ini justru merugikan agama Islam, dengan munculnya islamphobia sebagai dampak dari terorisme dan ekstremisme.[3] Maka bagaimana cara merekosntruksi jihad media sosial dalam hal ini?
Pemuda Sebagai Garda Terdepan
Β Β Β Β Β Β Β Β Β Β Β Pemuda Muslim dianalogikan seperti kilauan embun pagi di taman bunga yang merefleksikan harapan yang menghiasi fajar peradaban. Dalam getaran hati mereka, terdengar irama perjuangan untuk cinta tanah air, keadilan sosial, dan kasih sayang yang bersifat universal. Pemuda muslim harus mampu mencegah kemungkaran yang merajelela dan menegakan yang maβruf. Generasi muda merupakan harapan masa depan negeri, dengan alasan peran pemuda ke depan yang dapat mempengaruhi kualitas suatu generasi. Sehingga generasi muda muslim diharapkan dapat memberikan peran positif untuk kemajuan negeri tercinta ini.
Perlu kita ketahui bahwa di era globalisasi informasi sangat mudah diterima, dengan masifnya perkembangan media sosial. Informasi yang berseliweran dapat bersifat positif maupun negatif. Konten yang positif tentu akan bermanfaat bagi khalayak, begitupun sebaliknya dengan konten negatif. Informasi yang dapat memberikan dampak negatif harus dilawan, atau bahkan dicegah. Pemuda dalam hal ini dapat menjadi garda terdepan untuk melawan informasi negatif yang tersebar luas. Menurut data CNBC Indonesia, hampir setengah dari Generasi Z (48%) mengatakan bahwa mereka memeriksa media sosial setiap hari, sehingga data tersebut menunjukkan entitas mereka sebagai kelompok yang paling sering menggunakannya. Hal ini tidak terjadi pada generasi lainnya; 46% generasi milenial, 39% generasi X, dan 29% generasi baby boomer.[4] Berdasarkan data tersebut, semakin muda generasi, maka berpotensi untuk lebih seirng berinteraksi dengan media sosial. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemuda memiliki kedekatan tersendiri dengan media sosial.
Peran Pemuda dan Jihad Media Sosial
Pemuda sebagai pengguna media terbanyak seharusnya dapat menjadi garda terdepan untuk melawan propaganda radikalisme. Propaganda adalah suatu bentuk komunikasi yang digunakan untuk mempromosikan agenda atau sudut pandang tertentu. Ini dirancang untuk memanipulasi keyakinan, sikap, dan perilaku masyarakat melalui penggunaan teknik persuasif yang strategis[5].Β Propaganda dalam media sosial dapat mengakibatkan tertariknya pengguna terhadap idiologi propaganda yang digencerkan. Hal tersebut dapat berkaitan dengan propaganda radikalisme di media sosial yang bersebarangan dengan nilai-nilai nasionalisme. Bahayanya, pengguna media sosial yang awam terhadap topik kegamaan akan mudah percaya terhadap informasi yang disebarkan, karena propaganda radikalisme seringkali disertai dengan kutipan ayat-ayat al-Quran dan Hadits.
Pemuda sebagai pengguna terbanyak media sosial seharusnya dapat menjadi garda terdepan dalam melawan propaganda radikalisme. Konten-konten yang condong pada paham radikalisme harus dilawan secara langsung. Misal dalam Instagram, kita dapat menemukan fitur komentar untuk sebuah postingan, fitur tersebut kita dapat manfaatkan untuk membantah gagasan yang dipropagandakan, melalui argumentasi yang disertai landasan dalil. Kemampuan ini secara khusus dikaitkan dengan pemuda muslim yang memahami agama secara moderat. Maka upaya-upaya yang dapat mengarah pada potensi itu dapat dikatakan sebagai gerakan jihad.
Selain itu, peran pemuda dalam jihad media sosial sangatlah penting untuk memberikan pemahaman nasionalisme secara aktif, dengan cara menyebarluaskan konten-koten yang mengandung unsur nasionalisme. Konten nasionalisme tentu akan dapat menggeser dominasi konten radikalisme yang meresahkan masyarakat. Ketika konten nasionalisme telah menggeser potensi tersebarnya radikalisme, maka akan berdampak pada stabilitas sosial dan politik, serta dapat meminimalisir fanatisme agama, sebab nasionalisme mengakomodasi nilai-nilai persatuan warga negara, meskipun memilki perbedaan agama. Secara komprehensif, konten nasionalisme memiliki tujuan sebagai berikut:
- Menumbuhkan rasa cinta terhadap NKRI dan rasa nasionalisme.
- Memperluas perspektif keagamaan yang moderat, toleran, dan terbuka.
- Melindungi diri dari konten yang mengandung provokasi dan hasutan radikalisme.
- Menyebarkan informasi positif mengenai persatun dan kesatuan NKRI.[6]
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa konten radikalisme di media sosial membahayakan keutuhan NKRI. Guna menangkal dan melawan propaganda-propaganda tersebut, perlu diupayakan langkah-langkah jihad media sosial. Jihad media sosial secara singkat dapat diartikan sebagai jihad kontekstual yang dilakukan di dunia maya. Jika direlasikan topik di atas, jihad media sosial dapat berupa: langkah perlawanan terhadap konten-konten radikalisme dan penyebaran konten-konten nasionalisme. Dua macam upaya tersebut tentunya akan dapat mencegah berkembangnya propaganda-propaganda radikalisme di media sosial yang merugikan agama Islam. Pemuda muslim sebagai generasi yang paling dekat dengan media sosial seharusnya menjadi garda terdepan untuk melakukan gerakan jihad media sosial melawan radikalisme.
[1] Asmani, J. M. (2017). Rekonstruksi Teologi Radikalisme di Indonesia, Menuju Islam Rahmatan Lil Alamin.Β Wahana Akademika: Jurnal Studi Islam dan Sosial,Β 4(1), 3-18.
[2] Data Indonesia, https://dataindonesia.id/internet/detail/pengguna-media-sosial-di-indonesia-capai-191-juta-pada-2022 diakses pada tanggal 31, 08:32
[3]Amalia, A., & Haris, A. (2019). Wacana islamophobia di media massa.Β Medium,Β 7(1), 71-81.
[4] CBNC Indonesia, https://www.cnbcindonesia.com/tech/20230502092825-37-433615/medsos-ganggu-mental-gen-z-warga-ri-termasuk-parah diakses pada tanggal 31 agustus, 08:45
[5] Munthe, M. G. (2012). Propaganda dan Ilmu Komunikasi.Β Ultimacomm: Jurnal Ilmu Komunikasi,Β 4(1), 39-50.
[6] Hidayatulloh, I., & Armansyah, N. (2021). Ancaman Paham Radikalisme Pada Generasi Muda.Β JHP17 (Jurnal Hasil Penelitian),Β 6(1), 44-48.